Senin, 14 Juni 2010

DASPROS PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Bag-5)

Bookmark and Share
BAGIAN 5
RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION)

RME atau Realistic Mathematics Education dapat pula disebut sebagai salah satu bentuk CTL. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari 3 hal berikut yakni (i) 6 kunci dasar pembelajaran kontekstual, (ii) indikator kualitas CTL, dan (iii) strategi pengajaran yang sesuai dengan CTL, sudah nampak dalam prinsip dan karakteristik RME.

Pada tahun 1973, Freudenthal memperkenalkan suatu model baru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama RME (Realistic Mathematics Education) atau diistilahkan sebagai Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

PMR awalnya dikembangkan di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan/pikirkan (Heuvel, 1998).

Pendekatan dalam PMR bertolak dari masalah-masalah kontektual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya, siswa dengan bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Guru membantu membandingkan ide-ide tersebut dan membimbing siswa mengambil keputusan tentang ide terbaik untuk mereka.

Hasil penelitian di Belanda memperlihatkan bahwa PMR telah menunjukan hasil yang memuaskan (Becher & Selter, 1996). Bahkan Beaton (1996) merujuk pada laporan TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) melaporkan bahwa berdasar penilaian TIMSS, siswa Belanda memperoleh hasil yang memuaskan baik dalam ketrampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah. Dilaporkan oleh beberapa literatur (Streefland, 1991; Gravemeijer, 1994, 1997; dan Romberg & de Lange, 1998) bahwa PMR berpotensi dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap matematika.

Kisah sukses Negeri Belanda menarik perhatian National Science Foundation (NSF) di AS untuk mendanai serangkaian inisiatif pengembangan. Salah satunya adalah Mathematics in Context (MiC), yang merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian Kependidikan di Universitas Winconsin Madison dengan Freudenthal Institute. Burril (1996) melaporkan bahwa siswa yang diajar dengan bahan ajar yang didesain oleh MiC memperoleh kemajuan yang berarti.

Di Michigan State University juga dikembangkan bahan ajar matematika yang dinamai Connected Mathematics (CM). CM ini dikembangkan dengan pokok pikiran yang banyak persamaannya dengan PMR (Zawojewski, dkk, 1999). Menurut laporan Project 2061, dua terbaik dari bahan ajar dan model pembelajaran matematika di AS, diraih oleh CM pada peringkat pertama, sedangkan MiC di peringkat

Proses pengembangan konsep dan ide matematika yang dimulai dari dunia real oleh de Lange (1996) disebut “Matematisasi Konsep”. Model skematis proses belajar ini digambarkan sebagai berikut

Dunia Real

Matematisasi Matematisasi dalam Aplikasi dan Refleksi
Abstraksi dan Formalisasi

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut (Hadi, 1999)

Ø Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajarnya selanjutnya;

Ø Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;

Ø Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan;

Ø Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari seperangkat ragam pengalaman;

Ø Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Titik awal proses belajar dengan pendekatan matematika realistik menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Peran guru hanya fasilitator belajar. Idealnya, guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real.

Upaya mengaktifkan siswa dapat diwujudkan dengan cara (i) mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses mengajar belajar, dan (ii) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense siswa. Pengoptimalan seluruh sense siswa sangat terkait dengan bagaimana siswa merespon setiap persoalan yang dimunculkan guru dalam kelas, baik respon secara lesan, tertulis atau bentuk-bentuk representasi lain seperti demonstrasi. Selain itu untuk mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense siswa juga diperlukan komunitas matematika yang kondusif, dalam arti bahwa lingkungan belajar yang mempercakapkan tentang matematika tersebut harus mampu membangkitkan setiap siswa untuk berpartisipasi aktif.
PRINSIP UTAMA PMR

a. Penemuan Terbimbing dan Proses Matematisasi yang kian meningkat

Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang “sama” sebagaimana konsep matematika ditemukan. Masalah kontekstual yang dijadikan bahan serta area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata. Dan selanjutnya dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara riil ke tingkat belajar matematika secara formal.

b. Fenomena Didaktik

Masalah kontekstual yang dipilih atau topik-topik matematika yang disajikan harus didasarkan atas dua pertimbangan yakni aplikasinya serta kontribusinya untuk pengembangan konsep matematika selanjutnya.

c. Pembentukan Model oleh Siswa Sendiri

Pembentukan model oleh siswa sendiri merupakan jembatan bagi siswa. Model ini membawa mereka dari situasi real ke situasi konkrit atau dari informal matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan alam siswa. Melalui proses yang terjadi dalam pembelajaran, pada akhirnya akan menjadi pengetahuan secara formal matematika.
KARAKTERISTIK PMR

(I). Menggunakan masalah konstekstual (the use of context)

Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual (dunia nyata), tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang “dikenali” oleh siswa.

(2). Menggunakan model (use models, bridging by vertical instrument)

Istilah model berkaitan dengan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa. Sewaktu mengerjakan masalah kontekstual, diharapkan siswa mengembangkan model mereka sendiri.

(3) Menggunakan kontribusi siswa (students constribution)

Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan datang dari konstruksi dan produksi siswa sendiri, yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka kearah yang lebih formal. Streefland (1991) menekankan bahwa dengan produksi dan konstruksi, siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka sendiri anggap penting dalam proses belajar mereka.

(4). Interaktivitas (interactivity)

Interaksi antar siswa dan dengan guru merupakan hal penting dalam PMR. Guru harus selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka sendiri melalui proses belajar yang interaktif, seperti presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas Negosiasi, intervensi, kooperatif dan mengevaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor penting dalam proses belajar mengajar. Siswa bebas untuk bertanya, menyatakan persetujuan atau penolakan pendapat temannya, dan menarik kesimpulan.

(5).Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (intertwining)

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik tercakup dalam beberapa konsep yang berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan keintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksploitasi untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna.
MENDESAIN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan pendekatan realistik, model tersebut harus merepresentasikan karakteristik PMR baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi. Dengan rambu-rambu sebagai berikut.

Tujuan. Tujuan haruslah mencakup ketiga level tujuan dalam PMR yakni level rendah, menengah dan atas. Dua tujuan terakhir, menekankan pada kemampuan berargumentasi, berkomunikasi dan pembentukan sikap kritis.


Materi. Desain suatu materi yang sangat terbuka untuk dapat didiskusikan di kelas; yang berangkat dari suatu situasi dalam realitas, berangkat dari konteks yang berarti dalam kehidupan siswa.

Aktivitas. Aktivitas siswa harus diatur sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya. Berdiskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini siswa mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi dengan menggunakan matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing.

Evaluasi. Materi evaluasi dibuat dalam bentuk ‘open question’ yakni pertanyaan terbuka, pertanyaan yang jawabnya tidak tunggal; yang memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam jawaban (free productions).

CIRI PEMBELAJARAN YANG BERORIENTASI PMR

· Siswa diharapkan membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing;

· Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal yang konkrit; diawali dari pengalaman siswa serta berasal dari lingkungan sekitar siswa; diharapkan siswa tertarik terhadap aktivitas matematika tersebut; siswa belajar dari pengalamannya sendiri bukan pengalaman gurunya;

· Pembelajaran didesain dan diawali dari pemecahan masalah terhadap masalah kontekstual yang ada di sekitar siswa atau yang dapat dipikirkan siswa;

· Selama proses menuju ke arah matematika yang lebih formal, diharapkan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, menemukan solusi suatu masalah, dan membangun atau memperoleh suatu konsep secara mandiri, tidak perlu sama antar siswa satu dengan siswa lainnya bahkan dengan gurunya sekalipun;

· Pembelajaran matematika tidak hanya memberi penekanan pada komputasi, serta mementingkan langkah prosedural (algoritmis) serta drill;

· Penekanan lebih pada pemahaman yang mendalam pada konsep dan pemecahan masalah; dengan penyelesaian masalah yang tidak rutin dan mungkin jawabannya tidak tunggal;

· Siswa belajar matematika dengan pemahaman, membangun secara aktif pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan awal;.

KEKUATAN / KEUNGGULAN PMR

1. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia

2. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.

3. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian sesuatu masalah tidak harus tunggal, dan tidak perlu sama antara sesama siswa bahkan dengan gurunyapun.

4. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama. Tanpa kemauan menjalani proses tersebut, pembelajaran tidak akan bermakna.

5. PMR memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran yang lain yang dianggap “unggul” seperti pendekatan pemecahan masalah, dll

6. Pendekatan PMR yang dikembangkan oleh tim Freundenthal Institute di Belanda bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional.

SUMBER BACAAN


Asikin. M. 2001. Matematika Realistik: Paradigma Baru Pembelajaran Matematika dan Upaya Peningkatan “Mathematical Communication” Makalah Seminar. Disajikan dalam Seminar Nasional Matematika di UNY Yogya, 21 April.


Asikin. 2001. Kurikulum Pendidikan dalam Era Otonomi Daerah: Implikasinya Terhadap Pengadaan Buku Pelajaran. Makalah Seminar. Disajikan dalam Seminar Nasional Problematika Pendidikan Dalam Era Otonomi Daerah di UNESA Surabaya, 19 Mei.


Asikin, 2001. Paradigma Pendidikan Masa Kini Untuk Menyongsong Pendidikan Masa Depan. Makalah disajikan dalam forum silaturahim menyambut mahasiswa baru program pascasarjana UNESA. 5 September.


Arend, Richard. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw Hill


Annette & Sue. 1999. Assessing Problem Solving Thought Mathematics Teaching in Middle School. Mathematics Teaching in the Middle School. Volume 4 No 5 Februari. Hal 305-311


Atweh Bill. 1998. The Construction of Social Context of Mathematics Classroom: A Sociolinguistic Analysis. Journal for Research in Mathematics Education. 29 (1): Hal 63-82.


Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. Macmillan Publising, New York.


Beaton, A. E. (1996). Mathematics Achievement in The Middle School Years. Boston: TIMSS International Study Center.


Burril, J. 1997. Field Test Report: Mathematics in contex Boosts Test Scores. WCER Highlighs, Vol. 8 No. 3.


Buletin Educational Innovation and Information Nomor 97-105: IBE


Cai Jinfa & Patricia. 2000. Fostering Mathematical Thinking through Multiple Solutions. Mathematics Teaching in the Middle School. Volume 5 No 8 April 2000.www.nctm.org/mtms/2000/04/index.htm, diakses 8 April 2001.


Cobb, Paul. 1997. Instructional Design and Reforma: A Plea for Developmental Research in Contex. . In Beishuizein, Gravemeijer & van Leishout (Eds.). The Role Of Contexts and Models in The Development of Mathematical Strategies and Procedures. CD-b Series On Research And Mathematics Education. Freudenthal Institute Utrecht Belanda.


Cobb, Yackel & Wood. 1992. A Contructivist alternative to the representational view of Mind in Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education. 23: Hal 2-33.


De Lange, J. 1987. Mathematics insight and meaning. OW&OC. Utrecht: University Press.


De Lange, J. 1995. Assessment: no change without problems, In Romberg, TA. (Ed). Reform in School Mathematics and authentic assessment. New York: Sunny Press.


Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. Dondrecht: Reidl Publishing.


Gravemeijer, K. 1994. Educational Development and Developmental Research in Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education. 25: Hal 443-471.


Gravemeijer, K. 1997. Instructional Design for Reform in Mathematics Education. In Beishuizein, Gravemeijer & van Leishout (Eds.). The Role Of Contexts and Models in The Development of Mathematical Strategies and Procedures. CD-b Series On Research And Mathematics Education. Freudenthal Institute Utrecht Belanda.


IBE. 2000. Improving students achievement in Mathematics. Educational Practice Series-4. IBE.UNESCO.


Lappan.G. 2002. Connected Mathematics Project: Research and Evaluation Summary


National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.


National Council of Teachers of Mathemaics. 1990. “Contructivist Views on The Teaching ang Learning of Mathematics”. Journal for Research in Mathematics Education. Reston, Virginia:NCTM.


National Council of Teachers of Mathematics. 2000a. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA.


National Council of Teachers of Mathematics. 2000b. Learning Mathematics For A New Century. 2000Yearbook NCTM: Reston VA.


National Science Foundation (NSF). 1998. Mathematics in Context: Teachers Resource and Implementation Guide. Chicago: Encyclopedia Britanica Ed. Co.


National Science Foundation. 2000. The Core-Plus Mathematics Project (CPMP), (Online), www.mich.edu/cpmp/front.html, Diakses 21 Agustus 2000).


Orton, Anthony. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory and Classroom Practice. Cassell Education Series. London.


Schoenfeld, A.H. 1991. On Mathematics as Sense Making: An Informal Attach on the Unfornute Divorce of Formal and Informal Mathematics. In J.F Voss, D.N. Perkins & J.W Segal (Eds.) Informal Reasoning and Education. 311-344. Hillsdale NJ: Erlbaum.


Seegers,G & Gravemeijer, K. 1997. Implementation and Effect Of Realistic Curricula. In Beishuizein, Gravemeijer & van Leishout (Eds.). The Role Of Contexts and Models in The Development of Mathematical Strategies and Procedures. CD-b Series On Research And Mathematics Education. Freudenthal Institute Utrecht Belanda.


Simon. M.A. 1995. Reconstructing mathematics pedagogy from a constructivist perspective. Journal for Research in Mathematics Education. 26, 115-145.


Slavin, Robert. 1994. Educational Psychology: Theories and Practice. Fourth Edityion. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher.


Slettenhaar, 2000, Adapting Realistic Mathematics Education in The Indonesia Context. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. (Prosiding Konferensi Nasional Matematika X, ITB, 17-24 Juli 2000.


Streefland,L. 1991. Fraction in Realistics Mathematics Education A Paradigm of Developmental Research. Utrecht : CD-b Press. Streeflands (ed.) Realistics Mathematics Education in Primary School. Utrecht : CD-b Press.


Tom Gorris. 1998. Reforms in secondary math education in the Netherland. www.fiuu.nl/en/indexpublicaties. Html. Diakses 24 Maret 2001.


UNESCO. 1998. Education For the Twenty-first century: issues and prospects. Unesco Publishing


Van den Heuvel-Panhuizen, M. 1998. Realistics Mathematics Education Work in Progress. Makalah disampaikan dalam NORMA-lecture di Kristiansand, Norwegia : June, 5-9 1998.


. 1999. Mathematics Educaton in The Netherlands: A guided four (www. fiuu.nl/en/indexPublicaties/html). Diakses 20 Februari 2001.


Verschafel, L.&De Corte, E. 1997. Teaching Realistics Mathematical Modeling in the Elementary School: A Teaching Experiment with Fifth Graders. Journal for Research in Mathematics Volume 28 No 5, November: 577-601.


Zawojewski, J.S, Robinson, M, & Hoover, M. 1999. Reflections on Developing Mathematics and the Connected Mathematics Project. Journal for Mathematics Teaching in the Middle School. 4: 324-330.


Lappan.G. 2002. Connected Mathematics Project. Research and Evaluation Summary.


National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.


National Council of Teachers of Mathematics. 2000a. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA.


National Council of Teachers of Mathematics. 2000b. Learning Mathematics For A New Century. 2000Yearbook NCTM: Reston VA


National Science Foundation (NSF). 1998. Mathematics in Context: Teachers Resource and Implementation Guide. Chicago: Encyclopedia Britanica Ed. Co.


Soedjadi. 2000. Kurikulum Matematika Sekolah Masa Depan. Makalah Seminar. Disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, tanggal 19-22 September di Jakarta.


Soedjadi, 2000. Nuansa Kurikulum Matematika Sekolah di Indonesia. Konferensi Matematika Nasional, 17-20 Juli 2000 di ITB Bandung.


UNESCO. 1998. Education For the Twenty-first century: issues and prospects. Unesco Publishing


Pugalee, David. 2001. Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy. Mathematics Teaching in The Middle School Vol 6 No 5 Januari. Hal : 296-299


Bell, E.H. (1978). Teaching and Learning Secondary School Mathematics. Dubuque: WMC Brown.


Dahuri, R. (2001). Mengasah Daya Saing Bangsa Menuju Globalisasi. Kompas, 12 Maret 2001, h. 5.


De Lange, J. Jzn (1987). Mathematics, Insight, and Meaning. Utrecht. VOWO.


Heuvel-Panheuizen, M. v. D. (1996). Assesment and Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute.


Kline, M. (1968). Mathematics in the Modern World. San Fransisco: WH. Freeman and Co.


National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Va.


National Research Council (1989). Everybody Counts. Woshington: National Academy Press.


Schifter, D. and Fosnot, CT. (1993). Reconstruction Mathematics Education. Teacher’s College, Columbia University.


Souviney, R.J. (1994). Learning to Teach Mathematics. New York: Addison Wesley

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Thanks :)
--
http://www.miriadafilms.ru/ приобрести фильмы
для сайта www.wiwidkurniandi.co.cc


 
 
..:: Perhatian !! terima kasih atas kunjungannya ^_^ silahkah berkunjung lagi di lain waktu ::..