Seekor kucing jadi gara-gara! Hampir saban waktu dia mengendap, mengintip, menyergap, menangkap, mempermainkan, atau memangsa tikus. Pokoknya, kucing itu melakukan semua tindakan yang menjadikan semua tikus dilanda ketakutan luar biasa. Sudah banyak korban jatuh di kalangan tikus. Itu benar-benar teror yang mengerikan bagi para tikus.
Keadaan ini tentu saja tidak boleh berlangsung terus! Oleh karena itu, mesti ada cara jitu agar tikus-tikus ke luar dari bencana; mesti ada solusi dan jalan ke luar dari malapetaka ini. Tapi bagaimana caranya? Untuk itu, tikus-tikus mengadakan rapat. Waktu dan tempatnya mereka rahasiakan.
Rapat dibuka. Pimpinan rapat memberi kesempatan kepada tikus-tikus untuk melaporkan semua bentuk kerugian yang mereka alami. Tidak dinyana, betapa pilu dan miris mendengar laporan mereka yang kehilangan sanak saudara. Bahkan ketika 'ibu' tikus menceritakan kronologis penyiksaan anaknya di depan mata kepalanya sendiri, hampir semua tikus meneteskan air matanya. Tidak itu saja, dada para hadirin menjadi sesak dengan emosi yang menggelora. Maka, ketika seekor tikus berterikak, "Bunuh kucing keparat!", serta merta semua tikus menyambutnya. Suara tikus membahana mengulang-ulang seruan itu.
Ketika secara perlahan keadaan menjadi tenang kembali, tikus-tikus mulai berpikir keras. Kebencian dan dendam membangkitkan imaginasi yang bervariasi akan cara-cara untuk melampiaskannya. Tentu saja banyak pilihan yang mungkin dilakukan oleh tikus. Dan karena ini tanggung jawab yang besar, maka setiap tikus memikirkan cara terbaik untuk membunuh sang teroris.
Rapat dilanjutkan. Pimpinan sidang menerima kesepakatan para hadirin. Kucing itu harus dibunuh! Pimpinan sidang membuka termin usulan. Satu per satu hadirin mengajukan usul-usul terbaik mereka. Luar biasa, sebanyak kepala tikus, hampir sebanyak itu pula usulan yang diajukan. Dari cara yang sederhana sampai cara yang canggih. Dari cara yang rasional sampai yang berbau klenik. Semua usulan berujung pada kebinasaan sang teroris. Maka ketika pimpinan sidang meneriakkan, "Mampus kucing!", para hadirin menyambutnya dengan, "Hidup tikus! Hidup tikus! Hidup tikus!"
Termin pembahasan berjalan dengan seru. Membunuh kucing dengan senjata api sangat mudah, tapi masalahnya adalah tidak ada seekor tikus pun yang punya tangan sebesar tangan manusia. Membunuh kucing dengan menjatuhkan batu besar dari ketinggian juga tidak mungkin. Meminta manusia membunuh kucing juga tidak mungkin berhasil; Bukan karena itu tidak bisa dilakukan, tetapi lebih karena loby tikus tidak sebaik loby kucing kepada manusia. Setiap usulan dibahas dengan seksama, tapi cepat dan lancar.
Dari semua itu, maka yang paling mungkin adalah memberi kucing racun dengan cara memangsa tikus yang sudah dilumuri racun. Pimpinan sidang menetapkan dan memutuskan, memberi mangsa kucing dengan tikus yang dilumuri racun! Bagi rapat tikus, ini adalah keputusan excellent! Dan tentu saja keputusan ini paling baik dari rapat paling baik yang pernah dilakukan para tikus.
"Mampus kucing, hidup tikus!" Semua tikus sepakat, "Mampus kucing, hidup tikus!" Semua tikus senang, "Mampus kucing, hidup tikus!"
Pimpinan sidang mendiamkan para hadirin, "Jadi, saudara sekalian, kita sepakat untuk meracuni kucing! Mampus kucing, hidup tikus!"
Para hadirin, "Akuuurrr! Setujuuuu! Mampus kucing, hidup tikus! Mampus kucing, hidup tikus! Mampus kucing, hidup tikus!"
Pimpinan sidang, "Sekarang, siapa yang bersedia dimangsa kucing?"
Lalu, satu per satu tikus mulai meninggalkan sidang. Tidak ada seekor tikus pun yang bersemangat untuk menyambut seruan itu. Keadaan berubah, tidak ada lagi emosi, tidak ada lagi greget. Tidak ada seekor tikus pun yang berapi-api. Tidak ada lagi gairah yang berkobar-kobar sebagaimana saat mereka meneriakan yel-yel sebelumnya, "Mampus kucing, hidup tikus!" Tidak ada! Ternyata, tidak ada seekor tikus pun yang bersedia menjadi mangsa kucing.
***
Apakah kita sama dengan tikus-tikus tersebut, dimana kita selalu pandai bicara, tapi tidak ada aksi atau tindakan yang kita lakukan?
Keadaan ini tentu saja tidak boleh berlangsung terus! Oleh karena itu, mesti ada cara jitu agar tikus-tikus ke luar dari bencana; mesti ada solusi dan jalan ke luar dari malapetaka ini. Tapi bagaimana caranya? Untuk itu, tikus-tikus mengadakan rapat. Waktu dan tempatnya mereka rahasiakan.
Rapat dibuka. Pimpinan rapat memberi kesempatan kepada tikus-tikus untuk melaporkan semua bentuk kerugian yang mereka alami. Tidak dinyana, betapa pilu dan miris mendengar laporan mereka yang kehilangan sanak saudara. Bahkan ketika 'ibu' tikus menceritakan kronologis penyiksaan anaknya di depan mata kepalanya sendiri, hampir semua tikus meneteskan air matanya. Tidak itu saja, dada para hadirin menjadi sesak dengan emosi yang menggelora. Maka, ketika seekor tikus berterikak, "Bunuh kucing keparat!", serta merta semua tikus menyambutnya. Suara tikus membahana mengulang-ulang seruan itu.
Ketika secara perlahan keadaan menjadi tenang kembali, tikus-tikus mulai berpikir keras. Kebencian dan dendam membangkitkan imaginasi yang bervariasi akan cara-cara untuk melampiaskannya. Tentu saja banyak pilihan yang mungkin dilakukan oleh tikus. Dan karena ini tanggung jawab yang besar, maka setiap tikus memikirkan cara terbaik untuk membunuh sang teroris.
Rapat dilanjutkan. Pimpinan sidang menerima kesepakatan para hadirin. Kucing itu harus dibunuh! Pimpinan sidang membuka termin usulan. Satu per satu hadirin mengajukan usul-usul terbaik mereka. Luar biasa, sebanyak kepala tikus, hampir sebanyak itu pula usulan yang diajukan. Dari cara yang sederhana sampai cara yang canggih. Dari cara yang rasional sampai yang berbau klenik. Semua usulan berujung pada kebinasaan sang teroris. Maka ketika pimpinan sidang meneriakkan, "Mampus kucing!", para hadirin menyambutnya dengan, "Hidup tikus! Hidup tikus! Hidup tikus!"
Termin pembahasan berjalan dengan seru. Membunuh kucing dengan senjata api sangat mudah, tapi masalahnya adalah tidak ada seekor tikus pun yang punya tangan sebesar tangan manusia. Membunuh kucing dengan menjatuhkan batu besar dari ketinggian juga tidak mungkin. Meminta manusia membunuh kucing juga tidak mungkin berhasil; Bukan karena itu tidak bisa dilakukan, tetapi lebih karena loby tikus tidak sebaik loby kucing kepada manusia. Setiap usulan dibahas dengan seksama, tapi cepat dan lancar.
Dari semua itu, maka yang paling mungkin adalah memberi kucing racun dengan cara memangsa tikus yang sudah dilumuri racun. Pimpinan sidang menetapkan dan memutuskan, memberi mangsa kucing dengan tikus yang dilumuri racun! Bagi rapat tikus, ini adalah keputusan excellent! Dan tentu saja keputusan ini paling baik dari rapat paling baik yang pernah dilakukan para tikus.
"Mampus kucing, hidup tikus!" Semua tikus sepakat, "Mampus kucing, hidup tikus!" Semua tikus senang, "Mampus kucing, hidup tikus!"
Pimpinan sidang mendiamkan para hadirin, "Jadi, saudara sekalian, kita sepakat untuk meracuni kucing! Mampus kucing, hidup tikus!"
Para hadirin, "Akuuurrr! Setujuuuu! Mampus kucing, hidup tikus! Mampus kucing, hidup tikus! Mampus kucing, hidup tikus!"
Pimpinan sidang, "Sekarang, siapa yang bersedia dimangsa kucing?"
Lalu, satu per satu tikus mulai meninggalkan sidang. Tidak ada seekor tikus pun yang bersemangat untuk menyambut seruan itu. Keadaan berubah, tidak ada lagi emosi, tidak ada lagi greget. Tidak ada seekor tikus pun yang berapi-api. Tidak ada lagi gairah yang berkobar-kobar sebagaimana saat mereka meneriakan yel-yel sebelumnya, "Mampus kucing, hidup tikus!" Tidak ada! Ternyata, tidak ada seekor tikus pun yang bersedia menjadi mangsa kucing.
***
Apakah kita sama dengan tikus-tikus tersebut, dimana kita selalu pandai bicara, tapi tidak ada aksi atau tindakan yang kita lakukan?
sumber: KotaSantri.com © 2002-2009, http://kotasantri.com/ceta k/pelangi/cermin/2009/03/0 6/rapat-tikus
0 komentar:
Posting Komentar