Rabu, 30 Juni 2010

Pasir dan Batu

Bookmark and Share
Dua orang pengembara sedang melakukan perjalanan. Sepanjang mata memandang hanya ada pasir membentang. Jejak-jejak kaki mereka meliuk-liuk di belakang. Membentuk kurva yang berujung di setiap langkah yang mereka tapaki. Debu-debu pasir yang berterbangan memaksa mereka berjalan merunduk.

Tiba-tiba badai datang. Angin besar menerjang mereka, hembusannya membuat tubuh pengembara itu limbung. Pasir bertebaran di sekeliling mereka, pakaian mereka mengelepak, menambah berat langkah mereka yang terbenam di pasir. Mereka saling menjaga dengan tangan berpegangan erat. Mereka mencoba melawan ganasnya badai.

Badai reda, tapi musibah lain menimpa mereka. Kantong bekal air minum mereka terbuka saat badai tadi, isinya tercecer. Entah gundukan pasir mana yang meneguknya. Kedua pengembara itu duduk tercenung, menyesali kehilangan itu. “Ah… Tamatlah riwayat kita,” kata pengembara pertama. Lalu ia menulis di pasir dengan ujung jarinya. “Kami sedih, kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.”

Kawannya, si pengembara dua pun tampak bingung. Namun, mencoba tabah. Membereskan perlengkapannya dan mengajak kawannya melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang pasir, mereka melihat ada oase di kejauhan. “Kita selamat,” seru salah seorang di antara mereka. ”Lihat, ada air di sana.”

Dengan sisa tenaga yang ada, mereka berlari ke oase itu. Untung bukan fatamorgana. Benar-benar sebuah kolam, meski kecil, tapi airnya cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya, dan mengisi kantong air.

Sambil beristirahat, pengembara pertama mengeluarkan pisau genggamnya dan memahat di atas sebuah batu. “Kami bahagia, kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini." Pengembara kedua heran, “Mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi kau menulis di pasir?”

Yang ditanya tersenyum. “Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu dipasir, biarkan angin keikhlasan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu hilang bersama menyebarnya angin ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus,” jawabnya dengan bahasa cukup puitis. “Namun, ingatlah saat kita mendapat kebahagiaan. Pahatlah kemuliaan itu di batu agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan-kenangan itu di kerasnya batu agar tak ada yang dapat menghapusnya, biarkan catatan-catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.”

Keduanya bersitatap dalam senyum mengembang. Bekal air minum telah didapat, istirahat pun telah cukup, kini saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Kedua pengembara itu melangkah dengan ringan seringan angin yang bertiup mengiringi.

Teman, kesedihan dan kebahagiaan selalu hadir, berselang-seling mewarnai panjangnya hidup ini. Keduanya mengguratkan memori di hamparan pikiran dan hati kita. Namun, adakah kita bersikap seperti pengembara tadi yang mampu menuliskan setiap kesedihan di pasir agar angin keikhlasan membawanya pergi? Adakah kita ini sosok tegar yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan?

Teman, cobalah untuk selalu mengingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu di dalam kekokohan hati kita agar tak ada yang mampu menghapusnya, torehkan kenangan bahagia itu agar tak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya. Insya Allah, dengan begitu, kita akan selalu optimistis dalam mengarungi panjangnya hidup ini.
»»  Baca Selengkapnya...

Malaikat atau Syetan

Bookmark and Share
Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
–John Scheffer-

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:

—–

“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.

Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”

—–

Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.
»»  Baca Selengkapnya...

Bayi Tuminah

Bookmark and Share
Lihatlah. Tuminah duduk menekur. Sudah tiga hari ini perutnya mual-mual. Beberapa kali muntah. Lihat wajahnya! Pucat dan sesekali ia mengusap perutnya.

Tuminah, Tuminah, gadis desa yang lugu dan polos. Sungguh jelek nasibnya. Sebelas tahun usianya waktu bapaknya meninggal. Dan emaknya pun menyusul pula ke alam baqa dua tahun kemudian. Kanker ganas merenggut nyawanya. Tapi orang-orang menyebutnya kena santet. Maklum orang desa.

Tuminah perempuan lugu. Ia tinggalkan desa. Pergi ke kota jadi babu. Masih enam belas tahun umurnya saat itu. Tak ada pilihan lain. Adiknya masih kecil-kecil dan mesti ikut neneknya. Ia pun diasuh sang nenek. Lo, kenapa kini ia tinggalkan mereka?

Di desa susah cari kerja. Jadi buruh tani di sawah Pak Haji Munir tak cukup. Dia kepingin kedua adiknya bisa sekolah terus. Enggak seperti dirinya. Cuma tamat SD. Dan, kata orang di kota banyak uang. Gampang cari duit. Di mana-mana katanya ada duit.

Di kota banyak hiburan. Enggak kayak di desa. Cuma ada jatilan dan tayuban. Itu pun kalau ada yang mantenan atau sunatan. Di kota ada dangdut. Bisa lihat Elpi Sukesih.

Tuminah perempuan desa. Pergi ke kota jadi babu. Ia tinggalkan adik-adiknya. Ia tinggalkan Marjono, kekasihnya.

Sepi. Rumah gede dan gedongan siang itu sepi. Tuan dan Nyonya berangkat ke kantor. Non Sarah dan Non Kiki ke sekolah. Ah, kadang Tuminah takut kalau sepi begini. Takut kalau-kalau Tuan tiba-tiba pulang. Takut kalau-kalau.... Tuminah segera menepiskan bayangan buruk dan mengalihkannya pada bayangan kekasihnya.

Sedang apa Marjono sekarang? Sedang mencangkul di ladang? Atau lagi cari rumput untuk kambingnya? Oh, Kang Jon, aku kangen, bisik Tuminah dalam hati.

Tuminah gadis desa yang lugu. Ia tidak jelek. Hitam manis kulitnya. Sebahu panjang rambutnya. Oval bentuk wajahnya. Tinggi semampai tubuhnya. Ramping. Tapi jelek nasibnya.

Lihatlah. Tiba-tiba ia menangis sesunggukan. Bagaimana jika kang Jono tahu kalau aku... "Tet.. tet.. tet!" Aduh! Tuan datang. Kemana, ya, Pak Sarmin tadi. Oh, dia ngantarkan Non Sarah dan Non Kiki ke sekolah. Tuminah segera mengusap pipinya dengan punggung tangannya. Lalu bergegas lari untuk membukakan pintu pagar.

"Tolong bawakan tasku," perintah Tuan. "Aku terpaksa pulang. Lagi masuk angin. Tolong kerokin, ya, Tum?"

Aduh, gawat. Jurus yang kemarin-kemarin masih dipakai. Minta dikerokin lantas aku ditindihin.

Tuminah memang lagi apes. Ia tak mampu menolak seperti juga hari-hari kemarin. Mulanya juga seperti itu. Rumah lagi sepi. Tuan pulang siang. Pura-pura masuk angin. Minta dikerokin. Lalu sang Tuan merayu, membujuk, merangsang, dan terjadilah perzinaan itu. Tepatnya pemerkosaan.

Siang itu pun Tuminah mengeroki sang Tuan. Di kamar dulu-dulu juga. Yang ber-AC. Di atas kasur empuk... empuuuk sekali... namanya springbad. Tapi, ketika usai kerokan, Tuan merayu, Tuminah menangis dan dengan terus terang ia bilang: "Tuan, saya hamil."

"Hamil?" Tuan diam sejenak. "Tak usah khawatir. Aku punya kenalan dokter yang biasa praktik aborsi," lanjutnya santai.

"Obor... apa itu, Tuan?" Tuminah tak paham.

"Aborsi. Menggugurkan kandungan," jawab Tuan.

"Tidak Tuan. Saya takut." Tuminah tiba-tiba menggigil.

"Tidak perlu takut. Tidak akan terjadi apa-apa. Tidak sakit," hibur Tuan.

"Bukan itu, Tuan. Dosa, Tuan. Saya tak berani." Tuminah tambah tersedu-sedu.

"Pokoknya harus diaborsi. Kalau tak mau, kamu pulang saja."

Tuminah memang lagi nahas. Apes. Jelek nasibnya. Kalau sudah begini, apa kata orang? Tuminah hamil di luar nikah. Dihamili majikan. Jika ia pulang kampung, dalam keadaan bunting bayi haram, apa kata orang sekampung. Pasti semua orang akan mengejeknya. Tapi, kalau ia gugurkan kandungannya, ah... deretan dosanya tambah panjang. Ia sudah berkali-kali terpaksa melakukan pergumulan itu. Itu dosa. Lalu ... menggugurkan kandungan? Tidak! Tidak mungkin aku membunuh bayiku sendiri.

Tuminah memang gadis lugu. Polos hatinya. Ia tak tega menggugurkan kandungan yang berarti membunuh calon bayi. Ia takut. Takuuut sekali. Dan akhirnya ia putuskan: pulang.

Lihatlah, Tuminah menunduk tatkala hendak pamitan. Tas berisi beberapa lembar pakaian telah ia siapkan. Air matanya menetes. Sebenarnya ia sudah kerasan tinggal di rumah gede itu walau cuma jadi babu. Sesungguhnya Nyonya dan Tuan baik. Non Sarah dan Non Kiki pun sayang kepadanya. Tak pernah rewel. Nurut. Dan, mereka pun akrab dengan Tuminah. Tak pernah ia dimarahi. Tak pernah dibentak. Itu semua karena Tuminah anak yang baik. Pekerjaannya senantiasa beres. Perilakunya sopan, tutur katanya lembut, dan ia memang manis. Tapi, gairah Tuan yang membara itu tatkala menindihi tubuhnya di ranjang mewah di kasur empuk itu begitu menakutkan. Apalagi buah yang dihasilkan dari "pergaulan" terlarang itu, sungguh sebuah aib.

"Nyonya, maafkan saya," ucap Tuminah tersendat-sendat. "Saya mesti pulang."

"Lo, kenapa, Tum? Kamu tak betah tinggal di sini?" Sang Nyonya heran.

"Bukan karena itu, Nyonya." Tuminah agak tergagap.

"Lantas kenapa? Kami semua sayang kepadamu. Anak-anak juga begitu. Mereka akan kehilangan kamu, Tum. Apakah kami sering memarahimu? Atau gajimu terlalu kecil?" Nyonya membelai rambut Tuminah.

Tuminah menggeleng.

"Lalu kenapa?" Nyonya masih tampak heran.

Nyonya tak pernah mengerti. Bahkan tak memperhatikan perut Tuminah yang berisi janin hasil pergaulannya dengan Tuan, suaminya.

"Saya kangen nenek. Rindu kampung," dusta Tuminah sambil menunduk.

"Baiklah kalau begitu. Kami tak bisa memaksamu untuk tetap tinggal di sini. Tapi kalau kamu hendak kembali kemari suatu saat, pasti kami menerimamu dengan senang hati." Akhirnya Nyonya terpaksa merelakan.

Tuminah, Tuminah, perempuan desa yang lugu. Ke kota cuma jadi babu. Lantas dihamili majikan. Kini pulang kampung dengan membawa oleh-oleh: aib. Tapi itu lebih baik ketimbang membunuh bayi yang sudah empat bulan.

Marjono? Entahlah. Tuminah sudah sumpek. Bunuh diri? Tidak. Katanya bunuh diri itu dosa besar. Akan masuk neraka untuk selama-lamanya. Lalu? Biarlah dan entahlah.

Tuminah yang malang. Nenek tak bakal bisa menerima anak jadah. Orang sedesa pun geger. Semua orang mencemooh anak yatim piatu itu. Dan, Marjono, kekasih tercinta itu....

"Tak kusangka, Tum. Aib menimpamu. Sungguh kejam," begitu komentar Marjono.

"Lantas bagaimana, Kang. Aku pasrah," ucap Tuminah sambil sesenggukan di pangkuan pemuda berkulit cokelat itu.

"Maafkan aku, Tum. Aku tak bisa menerimamu kembali," cetus Marjono terbata.

Bayi itu lahir juga pada akhirnya. Cakep dan montok. Tapi nenek tak bisa menerimanya. Bayi tak berdosa itu, kenapa dikatakan anak jadah, anak haram? Semua orang pun tetap tak bisa menerima kehadiran bayi itu. Katanya akan bikin sial. Tapi, Tuminah tak akan membuangnya di tempat sampah. Tak akan!

Tuminah sungguh polos hatinya. Perempuan desa ke kota jadi babu, pulang ke kampung membawa aib, kini kembali ke kota membawa bayi. Oleh-oleh buat sang Nyonya. Dan ia sendiri punya rencana lain. Ia telah memutuskan rencana itu.

Lihat! Tuminah berdiri di depan rumah gedongan di kawasan perumahan elite di Jakarta Selatan. Tangan kiri menjinjing tas. Tangan kanan memeluk bayi dalam seledang usang. Rumah itu tampak angkuh. Sepi. Ia menunggu pintu pagar terbuka. Ia menunggu sampai ada penghuni rumah itu melihatnya.

Benar. Nyonya tampak keluar pintu. Jantung Tuminah berdegup kencang. Adakah ia mau menerimaku kembali? Nyonya tampak ragu. Lalu ia mendekat. Menyaksikan dari dekat perempuan malang itu.

"Oh, Tuminah, akhirnya kamu kembali. Apa kataku. Anak-anak sering menanyakanmu, lo. Ayoh, masuk," ucap Nyonya senang sambil membuka pintu pagar.

Tuminah hanya mengangguk. Tetap berdiri mematung.

Nyonya tiba-tiba mengerutkan dahinya. Matanya tajam memandang wajah bayi dalam gendongan Tuminah.

"Tum, bayi siapa itu? Anakmu?" Nyonya tertegun.

Tuminah mengangguk.

"Cakep anakmu, Tum," puji Nyonya sambil mengelus kepala si bayi. Lalu menggendongnya. Tapi....

"Nyonya, maafkan saya, saya kemari hanya untuk menitipkan bayi ini," cetus Tuminah.

"Menitipkan....," Nyonya masih dilanda rasa heran.

Sekali lagi Tuminah mengangguk. "Saya nekat, Nyonya. Nekat jadi te-ka-we saja. Di Arab Saudi. Diajak Juminten dan Asih."

"Lo, maksudmu apa, Tum? Ini bayimu kamu titipkan di sini. Lantas kamu mau jadi TKW. La, bapaknya mana?"

"Ini anak Tuan. Saya... dulu diperkosa. Saya tak bisa menolak. Maafkan saya...."

Tuminah gadis desa. Ke kota jadi babu, pulang ke kampung bawa aib, kembali ke kota cuma menitipkan bayi, lantas kini mau jadi TKW. Tuminah memang lugu. Belum tahu dia. Di negeri ini atau di Arab Saudi atau di mana saja, "kecelakaan" itu akan terus terjadi, selama manusia tetap manusia, bukan malaikat. Tapi tekadnya sudah bulat, seraya berharap: semoga aib ini tidak terulang di Arab nanti. Nenek dan orang sedesa tak mau menerima anak jadah.
»»  Baca Selengkapnya...

Selasa, 29 Juni 2010

Ibu Mengapa Engkau Menangis???

Bookmark and Share
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?"Sang ayah menjawab, "Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.

Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"

Dalam mimpinya, Tuhan menjawab,"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama.Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, danmengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa. 

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan enjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak?Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkanperasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan".

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup.
»»  Baca Selengkapnya...

Minggu, 27 Juni 2010

Aliran Kimiawi Cinta

Bookmark and Share
Jika kita bertanya pada orang-orang dewasa ataupun yang telah uzur, sebuah pertanyaan yang menggelikan tetapi sangat menarik, "Kalau Anda ingin kembali ke masa muda, masa manakah yang akan Anda pilih?", kira-kira bagaimana jawaban mereka?

Pastilah kebanyakan dari mereka akan langsung menjawab ingin kembali ke masa SMU dengan alasan yang beraneka ragam. Tetapi salah satu jawaban yang pasti adalah ketertarikan mereka pada lawan jenis dengan berjuta-juta jalan cerita yang tak kunjung usai untuk diceritakan. Mereka mengakui bahwa ketika bertatapan dengan kecengan atau pada saat berada di dekat dia atau waktu ngobrol sama dia, akan timbul perasaan yang tidak dimengerti (tidak biasanya terjadi), seperti perasaan canggung/kikuk, malu, salah tingkah, atau perasaan dag-dig-dug nggak karuan.

Harus diakui kebanyakan dari mereka tidak berusaha sungguh-sungguh mencari jawabannya dan menganggap hal tersebut sesuatu yang biasa saja sebagaimana terpersonalisasinya pikiran bahwa jika berbicara masalah ilmiah maka akan terbersit bayangan bahwa ilmiah, sudah dari sononya memang sulit untuk dipahami.

Terlepas dari hal tersebut merupakan kodrat manusia, artikel ini akan menjelaskan secara definitif dan sederhana tentang aliran kimiawi cinta. Sebelum turun ke hati, aliran cinta akan transit dulu di otak untuk melewati proses-proses kimiawi. Dan proses transit ini memerlukan beberapa tahapan sehingga aliran kimiawi cinta tidak sesederhana dan secepat peribahasa ‘dari mata turun ke hati’.

Tahap 1: Terkesan


Pada tahap ini, terjadi kontak antara dua orang melalui alat indera (mata) baik melalui tatapan, berdekatan, berbicara atau yang lainnya.

Tahap 2: Ketertarikan

Pada tahap ini otak akan terangsang untuk menghasilkan tiga senyawa cinta, yaitu: Phenyletilamine (PEA), Dopamine dan Nenopinephrine.

1. Phenyletilamine (PEA) atau 2-feniletilamina
Senyawa ini mempunyai Mr =121,18; titik didih sebesar 197-200oC ; berat jenis = 0,965 ; titik Fahrenheit = 195oF (90oC) dan memiliki bidang polarisasi ND 200 = 1,5335
2. Dopamine
Struktur Dopamine ada dua, yaitu:
a. Dopamine (3-hidroksitiraminihidrogenbromida atau 3,4-dihidroksiphenentilamin)
    Mempunyai Mr = 234,10 dan titik lebur 218-220ooC
b. Dopamine (3-hidroksitiraminhidrogenklorida atau 3,4-dihidroksiphenetilamin)
    Mempunyai Mr = 189,64 dan titik lebur 241 – 243oC
 

Dari ketiga senyawa tersebut, senyawa PEA-lah yang paling berperan dalam proses kimiawi cinta. Senyawa ini juga yang mengakibatkan kamu merasa tersipu-sipu, malu ketika berpandangan dengan orang kamu sukai. Dan ternyata senyawa PEA ini banyak terkandung dalam coklat seperti Silver Queen, Waver Tango, Conello, Es Krim, Choki-Choki, dan lain-lain. Mungkin inilah sebabnya orang-orang dulu bahkan juga sekarang suka memberi coklat pada seseorang yang dicintainya.

Tahap 3: Pengikatan

Pada tahap ini tubuh akan memproduksi senyawa Endropin. Senyawa inilah yang akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan tentram. Otak akan memproduksi senyawa ini apabila orang yang kita kasihi berada di dekat kita.

Tahap 4: Persekutuan Kimia (Tahap Terakhir)

Pada tahap ini senyawa Oxyrocin yang dihasilkan oleh otak kecil mempunyai peranan dalam hal membuat rasa cinta itu menjadi lebih rukun dan mesra antara keduanya.

Jika orang sudah jatuh cinta kepada lain jenis, maka ada tanda-tanda yang dapat kita lihat antara lain:
  1. Malu-malu jika orang yang dicintai memandanginya.
  2. Tunduk kepada perintah orang yang dicintai dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.
  3. Memperhatikan perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya.
  4. Segera menghampiri yang dicintai.
  5. Mencintai apapun yang dicintai sang kekasih.
  6. Jalan yang dilalui terasa pendek sekalipun panjang saat mengunjungi orang yang dicintai.
  7. Kaget dan gemetar tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai atau tatkala mendengar namanya disebut.
  8. Cemburu kepada orang yang dicintai.
  9. Rela berkorban untuk orang yang dicintai.
  10. Menyenangi apapun yang menyenangkan orang yang dicintai.
  11. Tunduk dan patuh kepada orang yang dicintai.
  12. Menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan orang yang dicintai dan membuatnya marah.
  13. Adanya kecocokan antara orang yang mencintai dan yang dicintai.
Demikian tahapan-tahapan aliran kimiawi cinta, tetapi janganlah kita terpersepsikan bahwa jika kata ‘cinta’ akan selalu berhubungan dengan pacaran. Sebab jika kita berbicara masalah cinta, sebenarnya bukan hanya untuk lawan jenis, tetapi perasaan cinta seseorang kepada suami/istrinya, anak, teman, adik, serta saudara yang lain.

(dari pelbagai sumber)
»»  Baca Selengkapnya...

Pintar VS Bodoh

Bookmark and Share

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya di bisnis.
Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar.
Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan,
maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.
Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja.
Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato,
maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH).
Oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya.
Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh.
Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar,
walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja.
Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap di berikan pekerjaan.

Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang,
sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa dijadikan duit.
Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford),
Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group).

Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya.
Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka.
Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.

PERTANYAAN :
Jadi mending jadi orang pinter atau orang bodoh??
Pinteran mana antara orang pinter atau orang bodoh ???
Mulia mana antara orang pinter atau orang bodoh??
Susah mana antara orang pinter atau orang bodoh??

KESIMPULAN:
Jangan lama-lama jadi orang pinter,
lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.

Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.

Kata kunci nya adalah "resiko" dan "berusaha", karena orang
bodoh perpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil,
selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil.

Orang pinter berpikir panjang maka dia bilang resikonya besar
untuk selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut.
Dan mengabdi pada orang bodoh.
»»  Baca Selengkapnya...

Gadis Matematis dan Gadis Logis

Bookmark and Share

Ada dua orang gadis, salah satu dari mereka cara
berpikirnya MATEMATIS (M) dan yang lainnya cara
berpikirnya mengandalkan LOGIKA ( L) . Mereka berdua
berjalan pulang melewati jalan yang gelap, dan
jarak rumah mereka masih agak jauh. Setelah beberapa
lama mereka berjalan....

M : Apakah kamu juga memperhatikan, ada seorang pria
yang sedang berjalan mengikuti kita kira2 sejak
tigapuluh delapan setengah menit yang lalu? Saya
khawatir dia bermaksud jelek.

L : Itu hal yang Logis. Dia ingin memperkosa kita.

M : Oh tidak, dengan kecepatan berjalan kita seperti
ini, dalam waktu 15 menit dia akan berhasil menangkap
kita. Apa yang harus kita lakukan.

L : Hanya ada 1 cara logis yg harus kita lakukan,
yaitu berjalan lebih cepat.

M : Itu tidak banyak membantu, gimana nich.....

L : Tentu saja itu tidak membantu, Logikanya kalau
kita berjalan lebih cepat dia juga akan mempercepat
jalannya.

M : Lalu, apa yang harus kita lakukan? Dengan
kecepatan kita seperti ini dia akan berhasil menangkap
kita dalam waktu dua setengah menit...

L : Hanya ada satu langkah Logis yang harus kita
lakukan.. Kamu lewat jalan yang ke kiri dan aku lewat
jalan yang kekanan. sehingga dia tidak bisa mengikuti
kita berdua dan hanya salah satu yang diikuti
olehnya.

Setelah kedua gadis itu berpisah, ternyata Pria tadi
mengikuti langkah si gadis yang menggunakan logika
(L ). Gadis matematis ( M) tiba di rumah lebih dulu dan
dia khawatir akan keselamatan sahabatnya. Tapi, tidak
berapa lama kemudian, Ga dis Logika (L ) datang.

M : Oh terima kasih Tuhan.. Kamu tiba dengan selamat.
Eh, gimana pengalamanmu diikuti oleh Pria tadi?

L : Setelah kita berpisah dia mengikuti aku terus.

M : Ya.. ya.. Tetapi apa yang terjadi kemudian dengan
kamu?

L : Sesuai dengan logika saya langsung lari sekuat
tenaga dan Pria itupun juga lari sekuat tenaga
mengejar saya.

M : Dan... dan..

L : Sesuai dengan logika dia berhasil mendekati saya
di tempat yang gelap...

M : Lalu.. Apa yang kamu lakukan?

L : Hanya ada satu hal logis yang dapat saya lakukan,
yaitu saya mengangkat rok saya..

M : Oh... Lalu apa yang dilakukan pria tadi?

L : Sesuai dengan logika... Dia menurunkan
celananya...

M : Oh tidak... Lalu apa yang terjadi kemudian?

L : Hal yang logis bukan, kalau gadis yang mengangkat
roknya larinya lebih cepat dari pada lelaki yang
berlari sambil memelorotkan celananya... So akhirnya
aku bisa lolos dari pria itu...
»»  Baca Selengkapnya...

Rapat Tikus

Bookmark and Share

Seekor kucing jadi gara-gara! Hampir saban waktu dia mengendap, mengintip, menyergap, menangkap, mempermainkan, atau memangsa tikus. Pokoknya, kucing itu melakukan semua tindakan yang menjadikan semua tikus dilanda ketakutan luar biasa. Sudah banyak korban jatuh di kalangan tikus. Itu benar-benar teror yang mengerikan bagi para tikus.

Keadaan ini tentu saja tidak boleh berlangsung terus! Oleh karena itu, mesti ada cara jitu agar tikus-tikus ke luar dari bencana; mesti ada solusi dan jalan ke luar dari malapetaka ini. Tapi bagaimana caranya? Untuk itu, tikus-tikus mengadakan rapat. Waktu dan tempatnya mereka rahasiakan.

Rapat dibuka. Pimpinan rapat memberi kesempatan kepada tikus-tikus untuk melaporkan semua bentuk kerugian yang mereka alami. Tidak dinyana, betapa pilu dan miris mendengar laporan mereka yang kehilangan sanak saudara. Bahkan ketika 'ibu' tikus menceritakan kronologis penyiksaan anaknya di depan mata kepalanya sendiri, hampir semua tikus meneteskan air matanya. Tidak itu saja, dada para hadirin menjadi sesak dengan emosi yang menggelora. Maka, ketika seekor tikus berterikak, "Bunuh kucing keparat!", serta merta semua tikus menyambutnya. Suara tikus membahana mengulang-ulang seruan itu.

Ketika secara perlahan keadaan menjadi tenang kembali, tikus-tikus mulai berpikir keras. Kebencian dan dendam membangkitkan imaginasi yang bervariasi akan cara-cara untuk melampiaskannya. Tentu saja banyak pilihan yang mungkin dilakukan oleh tikus. Dan karena ini tanggung jawab yang besar, maka setiap tikus memikirkan cara terbaik untuk membunuh sang teroris.

Rapat dilanjutkan. Pimpinan sidang menerima kesepakatan para hadirin. Kucing itu harus dibunuh! Pimpinan sidang membuka termin usulan. Satu per satu hadirin mengajukan usul-usul terbaik mereka. Luar biasa, sebanyak kepala tikus, hampir sebanyak itu pula usulan yang diajukan. Dari cara yang sederhana sampai cara yang canggih. Dari cara yang rasional sampai yang berbau klenik. Semua usulan berujung pada kebinasaan sang teroris. Maka ketika pimpinan sidang meneriakkan, "Mampus kucing!", para hadirin menyambutnya dengan, "Hidup tikus! Hidup tikus! Hidup tikus!"

Termin pembahasan berjalan dengan seru. Membunuh kucing dengan senjata api sangat mudah, tapi masalahnya adalah tidak ada seekor tikus pun yang punya tangan sebesar tangan manusia. Membunuh kucing dengan menjatuhkan batu besar dari ketinggian juga tidak mungkin. Meminta manusia membunuh kucing juga tidak mungkin berhasil; Bukan karena itu tidak bisa dilakukan, tetapi lebih karena loby tikus tidak sebaik loby kucing kepada manusia. Setiap usulan dibahas dengan seksama, tapi cepat dan lancar.

Dari semua itu, maka yang paling mungkin adalah memberi kucing racun dengan cara memangsa tikus yang sudah dilumuri racun. Pimpinan sidang menetapkan dan memutuskan, memberi mangsa kucing dengan tikus yang dilumuri racun! Bagi rapat tikus, ini adalah keputusan excellent! Dan tentu saja keputusan ini paling baik dari rapat paling baik yang pernah dilakukan para tikus.

"Mampus kucing, hidup tikus!" Semua tikus sepakat, "Mampus kucing, hidup tikus!" Semua tikus senang, "Mampus kucing, hidup tikus!"

Pimpinan sidang mendiamkan para hadirin, "Jadi, saudara sekalian, kita sepakat untuk meracuni kucing! Mampus kucing, hidup tikus!"

Para hadirin, "Akuuurrr! Setujuuuu! Mampus kucing, hidup tikus! Mampus kucing, hidup tikus! Mampus kucing, hidup tikus!"

Pimpinan sidang, "Sekarang, siapa yang bersedia dimangsa kucing?"

Lalu, satu per satu tikus mulai meninggalkan sidang. Tidak ada seekor tikus pun yang bersemangat untuk menyambut seruan itu. Keadaan berubah, tidak ada lagi emosi, tidak ada lagi greget. Tidak ada seekor tikus pun yang berapi-api. Tidak ada lagi gairah yang berkobar-kobar sebagaimana saat mereka meneriakan yel-yel sebelumnya, "Mampus kucing, hidup tikus!" Tidak ada! Ternyata, tidak ada seekor tikus pun yang bersedia menjadi mangsa kucing.

***

Apakah kita sama dengan tikus-tikus tersebut, dimana kita selalu pandai bicara, tapi tidak ada aksi atau tindakan yang kita lakukan?

»»  Baca Selengkapnya...

Sabtu, 26 Juni 2010

Bahkan Tikus pun Berfilsafat

Bookmark and Share

Didalam sebuah hutan, hiduplah seekor tikus ahli filsafat. Ia mengetahui satu hal yang tidak pernah diketahui hewan-hewan lain.. Ia yakin bahwa gelisah bisa membunuh seseorang. Sebab, gelisah bisa membunuh kebahagiaan, memadamkan kilauan cahaya dan menghilangkan kenyamanan. Selain itu, kegelisahan juga bisa menghancurkan akal,
hati dan fisik.

Pada suatu hari, ia ingin mengajari teman-teman dan anak-anaknya dengan pelajaran tersebut. Tetapi sang tikus tidak ingin pelajarannya sekadar didengar dan dihafal saja. Ia ingin pelajaran itu dipraktekkan dan tertanam dalam sanubari.

Ketika sedang berceramah dihadapan hewan-hewan tersebut, tiba-tiba muncullah seekor singa. Tikus sang filosof kemudian berkata, "Tuan singa, aku hendak mengatakan sesuatu. Aku berharap engakau mau memberikan jaminan keamanan kepadaku."

Sang singa menjawab, "Aku menjamin keamananmu, wahai tikus yang pemberani."

Tikus kemudian berkata, "Dihadapan semua hewan-hewan ini, aku hendak menyatakan bahwa aku mampu membunuhmu jika engkau memberiku waktu selama sebulan penuh. Seluruh penghuni hutan ini akan melihat hal
itu."

Mendengar hal itu, sang singa langsung tertawa. Dengan nada mengejek, dia berkata, "Engkau mau membunuhku?"

"Benar", jawab filosof tikus mantap dan percaya diri.

"Aku setuju. Tetapi jika engkau tidak bisa melakukannya, engkau akan kupancung didepan semua hewan. Waktunya sebulan mulai dari sekarang."

"Baik, aku setuju."

Sepuluh hari telah berlalu dan singa sama sekali tidak pernah memikirkan ancaman tikus tersebut. Akan tetapi, beberapa hari kemudian, terbersit dalam hatinya, "Apa yang sebenarnya hendak dilakukan oleh tikus itu? Kenapa ia kelihatan begitu meyakinkan? Bagaimana kalau ancaman itu benar-benar terjadi?"

Beberapa saat kemudian ia tertawa jungkir balik sambil berkata, "Bagaimana mungkin si tikus mampu membunuhku sedangkan aku punya anak-anak yang akan membelaku? Walaupun ia mengerahkan seluruh tikus yang ada sekalipun, tidak mungkin bisa membunuhku."

Beberapa hari kemudian, bisikan tersebut kembali hadir dalam benaknya. Untuk kali ini, ia merasakan bahwa bisikan tersebut terasa lebih kuat dari sebelumnya.

Waktu terus berjalan dan batas waktu yang ditentukan hampir berakhir. Sementara itu, sang tikus tidak datang untuk mencabut pernyataannya ataupun menyerah. Justru, filosof tikus malah terus mengumumkan ancamannya ke seluruh penghuni hutan.

Melihat kenyataan tersebut, sang singa terus berpikir, "Apakah filosof tikus mempunyai senjata yang ampuh atau telah mengumpulkan kekuatan yang luar biasa, atau membuat jebakan yang mematikan?"

Hari demi hari berganti dan pikiran-pikiran tersebut selalu muncul hingga membuat singa tidak doyan makan dan minum. Dia selalu memikirkan nasib dan akhir yang begitu mengerikan, seperti ancaman tikus tersebut.

Sebelum hari yang ditentukan tiba, tepatnya pada pagi hari yang keduapuluh lima , hewan-hewan menemukan singa tersebut telah mati didalam kandangnya.

Dia telah terbunuh oleh perasaan was-was dan ketakutan. Daging dan lemaknya telah terbakar oleh kesedihan yang ia rasakan, padahal sang tikus tidak pernah melakukan tipu muslihat atau merancang persengkongkolan apapun. Ia hanya mengetahui sebuah rahasia, bahwa menunggu musibah, memperkirakan bencana dan was-was terhadap sebuah
tragedi adalah senjata ampuh yang bisa membunuh jagoan pemberani ataupun sang perkasa yang tidak punya rasa takut.

Jangan pernah menyia-nyiakan waktu

Kebanyakan orang tidak pernah menghiraukan hari-hari yang dijalaninya, karena sibuk untuk masa depan. Cita-cita telah membuatnya lupa manisnya kehidupan yang sedang dia jalani. Yang ada hanyalah ketakutan akan masa depan. Mereka selalu resah dengan hari-
hari yang akan datang.

Mereka selalu berpikir bagaimana seandainya kehilangan pekerjaan? Bagaimana dia akan memberi makan anak-anak? Apa yang akan dia katakan kepada teman-teman? Serta bagaimana nasibnya kemudian?

Kalau kegelisahan mengenai hal-hal tersebut mampu diatasi, dia akan memikirkan hal-hal lain. Bagaimana seandainya dia menderita sakit, buta atau kaki buntung? Bagaimana bentuk tubuhnya nanti? Bagaimana dia akan menanggung semua itu?

Yang ada didalam kepala hanyalah musibah dan musibah. Barangkali, mobil yang dinaiki akan mengalami kecelakaan, barangkali pesawat yang ditumpangi akan jatuh, barangkali kapal yang ia naiki akan tenggelam dan barangkali saja bangunan tempat dia tinggal akan runtuh.

Dia pun takut kalau sampai hal-hal yang tidak diinginkan tersebut terjadi. Orang seperti ini akan menjadi mangsa empuk serigala buas bernama kegelisahan dan makanan lezat hantu bernama kesedihan
»»  Baca Selengkapnya...

Malaikat Pelindung

Bookmark and Share
 
Suatu ketika ada seorang bayi yang siap untuk dilahirkan. Maka ia bertanya kepada Tuhan, “Ya Tuhan, engkau akan mengirimkan aku ke bumi. Tapi aku takut, aku masih sangat kecil dan tak berdaya. Siapakah nanti yang akan melindungiku disana?”

Tuhanpun menjawab, “Diantara semua malaikat-Ku, Aku akan memilih seseorang yang khusus untukmu, dia akan merawat dan mengasihimu.” Si kecil bertanya lagi, “Tapi disini disurga ini aku tak berbuat apa-apa, kecuali tersenyum dan bernyanyi. Semua itu sudah cukup untuk membuatku bahagia.”

Tuhanpun menjawab, “Tak apa, Malaikatmu itu akan selalu menyenandungkan lagu untukmu dan dia akan membuatmu tersenyum setiap hari. Kamu akan merasakan cinta dan kasih sayang, dan itu semua pasti akan membuatmu bahagia.” Namun Si kecil bertanya lagi, “Bagaimana aku bisa mengerti ucapan mereka, jika aku tak tahu bahasa yang mereka pakai?

Tuhanpun menjawab, “Malaikatmu itu akan membisikkanmu kata-kata yang indah, dia akan selalu sabar berada disampingmu. Dan dengan kasihnya dia akan mengajarkanmu berbicara dengan bahasa manusia. Si kecil bertanya lagi, “Lalu bagaimana jika aku ingin berbicara padamu Ya Tuhan?”

Tuhanpun kembali menjawab, “Malaikatmu itu akan membimbingmu, dia akan menengadahkan tangannya bersamamu dan mengajarkanmu untuk berdo’a.” Lagi-lagi Si kecil menyelidik, “Namun aku mendengar disana banyak sekali orang jahat, siapakah nanti yang akan melindungiku?”

Tuhanpun menjawab, “Tenang, malaikatmu akan terus melindungimu walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia sering akan melupakan kepentingannya sendiri untuk keselamatanmu.” Namun Sikecil kini malah menjadi sedih, “Tuhan tentu aku akan menjadi sedih jika tak melihat-Mu lagi.”

Tuhan menjawab lagi, “Malaikatmu akan selalu mengajarkan keagungan-Ku, dan dia akan mendidikmu bagaimana agar selalu patuh dan taat kepada-Ku. Dia akan selalu membimbingmu untuk selalu mengingat-Ku. Walau begitu aku akan selalu ada disisimu.”

Hening. Kedamaianpun kembali menerpa surga. Suara-suara panggilan dari bumi mulai sayup-sayup terdengar. “Ya Tuhan, aku akan pergi sekarang, tolong sebutkan nama dari malaikat pelingdungku itu…”
Tuhan kembali menjawab, “Nama malaikatmu itu tak begitu penting… Hanya saja kamu akan sering menyebutnya dengan panggilan: Ibu…”
»»  Baca Selengkapnya...

The Winner and The Loser

Bookmark and Share

Seekor kelinci sedang duduk santai ditepi pantai, Tiba-tiba datang seekor rubah jantan yg hendak memangsanya, Lalu kelinci itu berkata: ”Kalau kamu memang berani, hayo kita berkelahi dalam lubang kelinci, Yang kalah akan akan jadi santapan yg menang, dan saya yakin bakal menang”

Sang rubah jantan merasa tertantang, ”dimanapun jadi, masak sih kelinci bisa menang melawan aku?” merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, 10 menit kemudian, sang kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha rubah dan melahapnya dgn nikmat.

Sang kelinci kembali bersantai, sambil memakai kacamata hitam dan topi hitam. Tiba-tiba datang seekor serigala yg hendak memangsanya, Lalu kelinci berkata:” Kalau kamu memang berani, hayo kita berkelahi dalam lubang kelinci, Yang kalah akan akan jadi santapan yg menang, dan saya yakin bakal menang” sang serigala merasa tertantang, dimanapun jadi. “Masa sih kelinci bisa menang melawan aku?”

Mereka masuk ke dalam sarang kelinci, 15 menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha serigala dan melahapnya dgn nikmat.

Sang kelinci kembali bersantai,sambil memasang payung pantai dan merebahkan diri diatas pasir. Tiba-tiba datang seekor beruang yg hendak memangsanya, Lalu kelinci berkata:” Kalau kamu memang berani, hayo kita berkelahi dalam lubang kelinci, Yang kalah akan akan jadi santapan yg menang, dan saya yakin bakal menang” sang Beruang merasa tertantang, dimanapun jadi. “Masa sih kelinci bisa menang melawan aku?” merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, 30 menit kemudian, sang kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha beruang dan melahapnya dgn nikmat.

Pohon kelapa melambai-lambai, lembayung senja telah tiba, habis sudah waktu bersantai. Sang kelinci melongok kedalam lubang kelinci, sambil melambai:”Hai friend, keluar! sudah sore, besok kita teruskan!”

Keluarlah seekor Harimau dari lubang itu, sangat besar badannya. Sambil menguap Harimau berkata:”Kerjasama kita sukses hari ini, kita makan kenyang dan saya tidak perlu berlari kencang mengejar mangsa”

Jawab kelinci "mereka bodoh ya…masa kelinci perlu sarang sebesar gini…?” he he he he


Renungan:

The Winner selalu berfikir mengenai kerjasama, sementara

The Looser selalu berfikir bagaimana menjadi tokoh yg paling berjaya

Untuk membentuk ikatan persahabatan dan persaudaraan harus ada kerendahan hati dan keikhlasan berkerjasama:

MESKIPUN DENGAN SESEORANG YG KELIHATANNYA TIDAK LEBIH BAIK DARI KITA
»»  Baca Selengkapnya...

Mawar Untuk Ibu

Bookmark and Share

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan karangan bunga yang akan dipaketkan pada sang ibu yang tinggal sejauh 250 km darinya. Begitu keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pira itu menanyainya kenapa dan si gadis kecilpun menjawab “Saya ingin membeli setangkai bunga mawar untuk ibu saya. Tapi saya hanya punya lima ratus saya, sedangkan harga setangkai mawar itu seribu”

Pria itu tersenyum dan berkata “ayo ikut, aku akan membelikan bunga yang kau mau”. Kemudian ia membelikan gadis kecil itu setangkai bunga mawar merah, sekaligus memesankan karangan bunga untuk dikirimkan ke ibunya.

Ketika selesai dan hendak pulang. Ia menawarkan diri untuk mengantarkan gadis kecil itu pulang ke rumah. Gadis kecil itu melonjak gembira, katanya “Ya, tentu saja. Maukah anda mengantarkan ke tempat ibu saya?”

Kemudian mereka berdua menuju ke tempat yang ditujukan gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum. Dimana lalu gadis kecil itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah.

Melihat hal itu, hati pria itu menjadi terenyuh dan terigat sesuatu. Bergegas, ia kembali menuju ke toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang dipesannya dan mengendarai sendiri kendaraan sejauh 250 km menuju ke rumah ibunya.
»»  Baca Selengkapnya...

Mengapa Berteriak???

Bookmark and Share

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya;
“Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?”

Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab;

“Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak.”

“Tapi…” sang guru balik bertanya, “lawan bicaranya justru berada disampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?”

Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan.


Sang guru lalu berkata; “Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan,jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi.”

Sang guru masih melanjutkan; “Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta?
Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?” Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya.

Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban.

“Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan.”

Sang guru masih melanjutkan; “Ketika anda sedang dilanda kemarahan, janganlah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, TAK mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang BIJAKSANA. Karena waktu akan membantu anda.”
»»  Baca Selengkapnya...

Berani Mencoba

Bookmark and Share

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya.

“Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?” “Ha?,” kata jam terperanjat, “Mana sanggup saya?”

“Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?”

“Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?” jawab jam penuh keraguan.

“Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?”

“Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu” tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam,

“Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?”

“Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!” kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.

Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti.

Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali

Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita teryata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan sekalipun. Jangan berkata “tidak” sebelum Anda pernah mencobanya.

Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun, yang lain dengan denyut jantung, gairah, dan air mata. Tetapi ukuran sejati di bawah mentari adalah apa yang telah engkau lakukan dalam hidup ini untuk orang lain.
»»  Baca Selengkapnya...

Rabu, 23 Juni 2010

Ketulusan, Keberanian dan Keperawanan

Bookmark and Share
Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima . Sang
petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan
pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah
langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang
agak di pojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus
dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya
tapi,wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak
ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri.
Adakah seseorang yang sedang ditunggunya. Petugas satpam itu mulai
berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari
mangsa di hotel ini.
Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
'' Maaf, nona ... Apakah anda sedang menunggu seseorang? "
'' Tidak! '' Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
'' Lantas untuk apa anda duduk di sini?"
'' Apakah tidak boleh? '' Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam..
'' Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.''
'' Maksud, bapak? "
'' Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini ''
'' Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang,
izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual ''
Kata wanita itu dengan suara lambat.
'' Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini? '' Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu.
Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawabrosur.
'' Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti. ''
'' Saya ingin menjual diri saya, '' Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam kearah petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
'' Mari ikut saya, '' Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan
tangannya. Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena ada
secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu
melangkah mengikuti petugas satpam itu. Di koridor hotel itu terdapat
kursi yang hanya untuk satu orang. Disebelahnya ada telepon antar
ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi
penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.
'' Apakah anda serius? ''
'' Saya serius '' Jawab wanita itu tegas.
'' Berapa tarif yang anda minta? ''
'' Setinggi-tingginya. .' ''
' Mengapa?" Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
'' Saya masih perawan ''
'' Perawan? '' Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat.
Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih
hari ini.
Pikirnya '' Bagaimana saya tahu anda masih perawan?''
'' Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya kan ...''
'' Kalau tidak terbukti? "
'' Tidak usah bayar ...''
'' Baiklah ...'' Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik
kekiri dan ke kanan. '' Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang
ingin membeli keperawanan anda. '' '' Cobalah. ''
'' Berapa tarif yang diminta? ''
'' Setinggi-tingginya. ''
'' Berapa? ''
'' Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa? ''
'' Baiklah.. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya.''
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
'' Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?''
'' Tidak adakah yang lebih tinggi? ''
'' Ini termasuk yang tertinggi, '' Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
'' Saya ingin yang lebih tinggi...''
'' Baiklah. Tunggu disini ...'' Petugas satpam itu berlalu.Tak berapa
lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
'' Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana? ''
'' Tidak adakah yang lebih tinggi? ''
'' Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila
anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau
andai perawananda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan
mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan
menikmati layanan hotelberbintang untuk semalam dan keesokan paginya
anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda
juga telah berbuat baikterhadap saya. Karena saya akan mendapatkan
komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama-sama
butuh ... ''
'' Saya ingin tawaran tertinggi ... '' Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.'' Baiklah,
saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya.Tolong
kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang memancing
mata orang untuk membeli. '' Kata petugas satpam itu dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap
mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift. Pintu kamar hotel
itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur
tersenyum menatap mereka berdua.
'' Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? " Kata petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu...'' Berapa? '' Tanya pria itu kepada Wanita itu.
'' Setinggi-tingginya '' Jawab wanita itu dengan tegas.
'' Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? '' Kata pria itu kepada sang petugas satpam.
'' Rp.. 6 juta, tuan ''
'' Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam.''
Wanita itu terdiam. Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawabanbagus dari wanita itu.
'' Bagaimana? '' tanya pria itu.
''Saya ingin lebih tinggi lagi ...'' Kata wanita itu.
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
'' Bawa pergi wanita ini. '' Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
'' Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual? ''
'' Tentu! ''
'' Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu ... ''
'' Saya minta yang lebih tinggi lagi ...''
Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia
pun tak ingin kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap membuat
wanita itu merasa nyaman bersamanya.
'' Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya. ''
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria
yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita
melaluinya. Sudahsekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun,
tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara
lewat telepongenggamnya.
'' Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah. Apakah
itu tidak cukup? " Terdengar suara pria itu berbicara.Wajah pria itu
nampak masam seketika
'' Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?! ''
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan
wanita. Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada
kekesalan di wajahpria itu.
Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: '' Pak, apakah anda butuh wanita ... ??? ''
Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.
'' Ada wanita yang duduk disana, '' Petugas satpam itu menujuk kearah
wanita tadi. Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan
peluang ini.
"Dia masih perawan..''
Pria itu mendekati petugas satpam itu. Wajah mereka hanya berjarak setengah meter.
'' Benarkah itu? ''
'' Benar, pak. ''
'' Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu ... ''
'' Dengan senang hati. Tapi, pak ...Wanita itu minta harga setinggi tingginya.'' '
'' Saya tidak peduli ... '' Pria itu menjawab dengan tegas. Pria itu menyalami hangat wanita itu.
'' Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ....'' Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
'' Mari kita bicara di kamar saja.'' Kata pria itu sambil menyisipkan
uang kepada petugas satpam itu. Wanita itu mengikuti pria itu menuju
kamarnya.
Di dalam kamar ...'' Beritahu berapa harga yang kamu minta? ''
'' Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ''
'' Maksud kamu? ''
'' Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih .... ''
'' Hanya itu ...''
'' Ya ...! ''
Pria itu memperhatikan wajah wanita itu.. Nampak terlalu muda untuk
menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula
menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung
gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini
sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai.
Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan
untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal.. Wanta ini tidak melawan
gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada
kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan
selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara
terhormat.
'' Siapa nama kamu? ''
'' Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar ... '' Kata wanita itu
'' Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ''
''Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ''
'' Ada ! " Kata pria itu seketika.
'' Sebutkan! ''
'' Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari
kamu.Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu
ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah ... '' Kata pria itu sambil
menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
'' Saya tidak mengerti ...''
'' Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya .Dia menikmati
semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu
memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi
hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang
gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan
yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar ...''
'' Dan, apakah bapak ikhlas....? ''
'' Apakah uang itu kurang? ''
'' Lebih dari cukup, pak ... ''
'' Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? ''
'' Silahkan ...''
'' Mengapa kamu begitu beraninya ... ''
'' Siapa bilang saya berani. Saya takut pak ...Tapi lebih dari seminggu
saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit
dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual
kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan pula
pertimbangan akal saya yang `bodoh` ... Saya hanya bersikap dan berbuat
untuk sebuah keyakinan ... ''
'' Keyakinan apa? ''
'' Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan lah
yang akan menjaga kehormatan kita .... '' Wanita itu kemudian melangkah
keluarkamar.
Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata: '' Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini ... ''
'' Kesadaran... ''
***
...Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
'' Kamu sudah pulang, nak ''
'' Ya, bu ... ''
'' Kemana saja kamu, nak ... ???''
'' Menjual sesuatu, bu ... ''
'' Apa yang kamu jual?'' Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi
wanita muda itu hanya tersenyum ...Hidup sebagai yatim lagi miskin
terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah
ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang
berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa
dielakan.. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan.
....
'' Kini saatnya ibu untuk berobat ... ''
Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: '' Tuhan telah membeli yang saya jual... ''.
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan
rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan
berkata kepada supir taksi:
'' Antar kami kerumah sakit ..."
***
»»  Baca Selengkapnya...

Cinta Kasih Seorang Ibu

Bookmark and Share

Cinta Kasih Seorang Ibu
Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit.
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi.

Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan :
"Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati"

Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung.

Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi. Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan :
"Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya"

Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman

Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan.

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong manyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya.

Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang. Sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada.

Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah.

Tahukah anda apa yang terjadi?. Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng.

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Renungan:
tidak cukupkah penderitaan ibu mengandungmu selama 9 bulan 10 hari, masih engkau tambah dengan tingkah polahmu yang menyakiti hati ibu. berbuatlah sesukamu, cinta ibu tidak akan pernah padam. 
»»  Baca Selengkapnya...

Kasih Sayang Seorang Ibu

Bookmark and Share

Kasih Sayang Seorang Ibu
Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu.
Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam.

Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.
Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.

Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih sayang.
Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.

Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil berwarna.
Sebagai balasannya, kau coret-coret dinding rumah dan meja makan.

Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah.
Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat rumah.

Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah.
Sebagai balasannya, kau berteriak."NGGAK MAU!!"

Saat kau berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola.
Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.

Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim.
Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.

Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus bahasamu.
Sebagai balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih.

Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu ke mana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun.
Sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.

Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop.
Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain.

Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara TV khusus orang dewasa.
Sebagai balasannya, kau tunggu sampai dia di keluar rumah.

Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena sudah waktunya.
Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.

Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan liburan.
Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya.

Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.

Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.

Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.

Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.

Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.

Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, "Dari mana saja seharian ini?"
Sebagai balasannya, kau jawab,"Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!"

Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan.
Sebagai balasannya, kau katakan,"Aku tidak ingin seperti Ibu."

Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.

Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.

Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
Sebagai balasannya, kau mengeluh,"Aduuh, bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?"

Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai penikahanmu.
Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.

Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,"Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!"

Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat.
Sebagai balasannya, kau jawab,"Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu."

Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.

Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.

Renungan:
betapa banyak dari kita yang lupa bagaimana kesulitan ibu yang telah membesarkan kita, betapa ibu tidak pernah mengharapkan uang kita, tapi ia mengharapkan kita ingat akan pengorbanannya dengan senantiasa menghormatinya dan mengasihinya, "Robbighfirli waliwalidaiya warhamhuma, kamaa robbayani shoghiro"
»»  Baca Selengkapnya...

 
 
..:: Perhatian !! terima kasih atas kunjungannya ^_^ silahkah berkunjung lagi di lain waktu ::..